Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Bunda, pernahkah merasa terdesak lalu akhirnya memberikan gadget agar si kecil berhenti menangis atau tantrum? Terkadang, solusi cepat seperti ini memang tampak praktis dan efektif. Namun, tanpa disadari, kita sedang membentuk pola yang kurang sehat dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya dalam hal pengelolaan emosi.
Alih-alih mengajarkan anak mengenali dan mengelola perasaannya, penggunaan gadget justru bisa menjadi pelarian yang menghambat keterampilan emosional anak di masa depan. Maka dari itu, penting bagi Bunda untuk mulai membiasakan anak menghadapi emosinya secara sehat tanpa bergantung pada layar. Simak untuk penjelasan selengkapnya bersama Bunda dan si Kecil!
Tidak bisa dipungkiri, gadget memang dapat menghentikan tangisan anak dalam waktu singkat. Tetapi yang perlu diperhatikan, anak menjadi tenang bukan karena perasaannya sudah membaik, melainkan karena pikirannya teralihkan. Ketika gadget diambil atau tidak tersedia, anak bisa kembali tantrum, bahkan dengan intensitas yang lebih tinggi.
Jika ini terjadi berulang, anak akan membentuk asosiasi bahwa emosi negatif hanya bisa “diredam” dengan hiburan visual dan audio dari gadget, bukan dihadapi dan diolah.
Foto: Internet
Sulit Mengelola Emosi
Anak yang selalu disodori gadget saat menangis atau tantrum akan kesulitan mengenali perasaannya sendiri. Ia tidak belajar bahwa rasa marah, sedih, atau kecewa adalah hal yang normal dan bisa dihadapi.
Tantrum Makin Intens
Karena tidak memiliki strategi lain untuk menenangkan diri, anak menjadi lebih mudah marah saat keinginannya tidak terpenuhi. Ketika gadget tidak diberikan, tantrum bisa berlangsung lebih lama.
Minim Interaksi Sosial
Waktu yang dihabiskan dengan layar akan mengurangi kesempatan anak untuk bermain, berbicara, atau berinteraksi langsung dengan lingkungan. Padahal, stimulasi sosial sangat penting untuk perkembangan emosional dan bahasa anak.
Gangguan Regulasi Emosi di Masa Depan
Ketika anak tidak terbiasa mengelola emosinya sejak kecil, ia berisiko mengalami gangguan dalam konsentrasi, empati, bahkan perilaku impulsif saat remaja atau dewasa.
Bantu Anak Mengenali dan Menamai Emosi
Ajarkan anak untuk menyebutkan apa yang ia rasakan. Misalnya, "Adik lagi marah, ya, karena mainannya rusak?" Ini membantu anak belajar mengidentifikasi emosi yang muncul.
Latih Teknik Relaksasi
Ajarkan anak cara menarik napas dalam, menghitung pelan, atau menggunakan teknik sederhana seperti memeluk boneka favorit saat merasa sedih atau kesal.
Beri Alternatif Aktivitas
Alihkan perhatian anak dengan aktivitas menyenangkan seperti mewarnai, bermain tanah liat, membaca buku cerita, atau membantu kegiatan rumah yang ringan. Aktivitas ini tak hanya menyenangkan, tapi juga mendukung perkembangan sensorik dan motoriknya.
Foto: Internet
Beri Contoh Sikap Tenang
Anak belajar dari apa yang ia lihat. Ketika Bunda menunjukkan bagaimana menenangkan diri saat marah atau frustrasi, anak akan mengikuti.
Buat Rutinitas yang Konsisten
Rutinitas yang teratur membantu anak merasa aman. Anak jadi tahu kapan waktunya bermain, makan, mandi, dan tidur. Hal ini meminimalkan tantrum karena ketidakpastian.
Tetapkan Aturan Gadget yang Jelas
Gadget bukan musuh, namun penggunaannya perlu dibatasi. Bunda bisa menetapkan waktu tertentu, seperti 30 menit sehari setelah makan siang, dan tidak digunakan menjelang waktu tidur.
Tawarkan Dukungan Emosional
Saat anak menangis atau tantrum, peluk dia, tatap matanya, dan ucapkan bahwa perasaannya dimengerti. Ini memperkuat rasa aman anak dan memperkuat hubungan emosional.
Peralihan ini tidak bisa instan. Anak yang terbiasa bergantung pada layar akan menolak pada awalnya. Namun dengan konsistensi, empati, dan komunikasi yang hangat, anak akan mulai memahami bahwa perasaan tidak nyaman bisa dihadapi, bukan dihindari.
Selama masa transisi ini, Bunda perlu lebih hadir dan sabar.
Foto: Internet
Kesimpulan
Memberikan gadget kepada anak saat mereka rewel atau tantrum memang terlihat sebagai jalan pintas yang efektif. Namun, dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa menghambat kemampuan anak dalam mengenali dan mengelola emosinya. Anak jadi tidak terbiasa menghadapi rasa kecewa, marah, atau sedih secara alami, melainkan bergantung pada layar sebagai pelarian. Sebagai Bunda, tugas kita adalah membimbing anak mengenal emosinya, membantu mereka menghadapinya dengan cara yang sehat, dan menciptakan ruang aman untuk eksplorasi perasaan. Dengan pendekatan ini, anak akan tumbuh menjadi individu yang cerdas secara emosional, lebih tenang, dan mampu membentuk hubungan sosial yang baik.