Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Istilah mental ani-ani akhir-akhir ini semakin sering muncul dalam diskusi seputar pola asuh anak dan nilai perempuan dalam masyarakat modern. Walaupun terdengar ringan, istilah ini menyimpan makna yang cukup dalam: mengacu pada pola pikir atau kecenderungan perempuan untuk menggantungkan hidupnya pada penampilan fisik dan hubungan relasional yang bersifat transaksional, bukan pada kualitas diri, kemandirian, dan pencapaian pribadi.
Yang menjadi perhatian adalah, pola pikir ini bisa terbentuk sejak dini—bukan karena niat anak, tetapi karena lingkungan dan pola asuh yang tidak tepat. Maka dari itu, sebagai bunda, penting untuk memahami bagaimana kita bisa membangun fondasi nilai, harga diri, dan kemandirian pada anak perempuan agar tumbuh menjadi pribadi yang utuh dan tidak mudah terombang-ambing oleh tekanan sosial.
1. Ajarkan Harga Diri Sejak Usia Dini
Anak perempuan perlu memahami bahwa nilai dirinya tidak hanya diukur dari wajah yang cantik atau tubuh yang menarik, tetapi dari siapa dirinya sebenarnya dan apa yang bisa ia kontribusikan kepada dunia. Harga diri yang kuat adalah bekal penting agar anak tidak mencari validasi dari luar semata.
Sebagai bunda, mulailah dengan pertanyaan yang memicu kesadaran diri:
Dengan pertanyaan seperti ini, anak belajar bahwa ia berharga karena kebaikan hati, kerja keras, dan pikirannya—bukan semata penampilan.
2. Bangun Kemandirian, Hindari Pola Asuh yang Terlalu Memanjakan
Salah satu akar dari mentalitas ani-ani adalah ketergantungan yang terlalu besar pada orang lain untuk kenyamanan hidup. Anak yang selalu dituruti keinginannya tanpa diajarkan tanggung jawab akan tumbuh menjadi pribadi yang sulit mandiri.
Berikan anak kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri. Misalnya:
Tugas kita sebagai bunda bukan untuk memuluskan jalan anak, tetapi menjadi pendamping yang membimbing mereka saat menghadapi tantangan.
Foto: Internet
3. Tanamkan Etos Kerja dan Semangat Proses
Anak perempuan perlu dididik dengan kesadaran bahwa perempuan juga bisa dan harus bekerja keras, punya karya, dan bangga dengan usahanya sendiri. Hindari memuji anak hanya karena penampilannya. Fokuskan pada usahanya.
Contoh kegiatan yang bisa menumbuhkan etos kerja:
Fokus bukan pada hasil yang sempurna, melainkan semangat untuk terus mencoba, bekerja sama, dan bertanggung jawab.
4. Perkuat Nilai Spiritual dan Etika Sejak Dini
Anak yang memiliki landasan spiritual dan etika yang kuat tidak akan mudah terbawa arus gaya hidup instan. Tanamkan pada anak bahwa hidup bukan hanya tentang kesenangan sesaat, tapi tentang makna, kontribusi, dan tanggung jawab.
Nilai yang bisa ditanamkan secara sederhana:
Ajak anak berdiskusi tentang nilai seperti kejujuran, integritas, dan rasa hormat. Ceritakan kisah-kisah inspiratif perempuan tangguh agar anak memiliki panutan yang positif.
Foto: Internet
5. Bimbing dalam Memilah Konten dan Lingkungan
Anak perempuan yang belum memiliki filter nilai yang kuat akan mudah terpengaruh oleh media sosial dan budaya populer yang sering kali menonjolkan gaya hidup dangkal. Bunda perlu mendampingi anak dalam memahami dunia digital dan realitas sosial.
Hal yang bisa dilakukan:
Anak yang diajarkan untuk berpikir kritis dan memiliki nilai akan mampu menilai mana hal yang layak ditiru dan mana yang hanya mencitrakan kemewahan semu.
6. Jadi Teladan, Bukan Sekadar Pemberi Nasehat
Anak belajar paling efektif bukan dari perkataan orang tua, melainkan dari apa yang mereka lihat. Jika bunda menunjukkan sikap tangguh, bertanggung jawab, dan punya nilai hidup yang jelas, anak akan mencontoh dengan alami.
Tunjukkan bahwa menjadi perempuan tidak harus serba glamor, tetapi bisa bermartabat dan berdaya. Tunjukkan bahwa bunda:
Dengan begitu, anak akan membangun pemahaman bahwa perempuan bisa kuat, lembut, cerdas, dan tetap punya harga diri.
Kesimpulan: Rumah Adalah Sekolah Pertama Tentang Harga Diri
Mentalitas ani-ani tidak muncul begitu saja. Ia bisa terbentuk dari kurangnya pemahaman diri, ketiadaan nilai, dan pola asuh yang tidak membangun pondasi kuat. Maka, peran bunda dalam mendampingi, menanamkan nilai, dan menjadi teladan sangatlah krusial.
Jadikan rumah sebagai tempat anak belajar tentang arti hidup yang lebih dari sekadar penampilan. Ajarkan bahwa perempuan bisa memilih jalan hidupnya sendiri, berdiri atas kakinya sendiri, dan hidup dengan integritas.
Tidak harus sempurna, yang penting adalah konsistensi dan kasih sayang dalam proses mendidik. Karena dari bunda yang percaya pada nilainya sendiri, akan lahir anak perempuan yang tahu siapa dirinya dan apa yang ia perjuangkan.