Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Makanan awetan seperti ikan asin, sosis, kornet, dendeng, hingga nugget sering kali menjadi pilihan praktis bagi keluarga modern. Rasanya gurih, awet disimpan, dan mudah diolah. Tak heran jika makanan jenis ini menjadi favorit banyak rumah tangga, termasuk Bunda muda yang sedang hamil atau menyusui dan membutuhkan makanan cepat saji yang mengenyangkan.
Namun, di balik kelezatannya, makanan awetan menyimpan risiko kesehatan yang tak bisa diabaikan. Konsumsi berlebihan dan terus-menerus dapat meningkatkan risiko penyakit serius, salah satunya kanker nasofaring. Sebagai Bunda yang bertanggung jawab atas nutrisi keluarga, penting untuk memahami apa saja bahaya yang tersembunyi di balik makanan ini dan bagaimana menyiasatinya secara bijak. Simak penjelasannya bersama Bunda dan si Kecil!
Makanan yang diawetkan adalah jenis makanan yang telah melalui proses tertentu untuk memperpanjang masa simpan. Proses tersebut bisa berupa pengasinan, pengeringan, pengasapan, penambahan zat pengawet seperti nitrit atau nitrat, hingga pengalengan.
Beberapa contoh makanan awetan yang umum dikonsumsi:
Ikan asin dan ikan kering
Dendeng daging
Sosis, nugget, dan kornet
Daging kaleng
Asinan sayur dan buah
Meskipun praktis, makanan ini sering kali mengandung zat tambahan yang bila dikonsumsi secara berlebihan dan rutin, dapat berdampak negatif terhadap kesehatan, terutama sistem pernapasan atas dan pencernaan.
Foto: Internet
1. Zat Nitrosamin yang Bersifat Karsinogenik
Nitrat dan nitrit yang digunakan dalam proses pengawetan dapat berubah menjadi nitrosamin dalam tubuh. Zat ini bersifat karsinogenik, yaitu dapat merangsang pertumbuhan sel abnormal yang berpotensi menjadi kanker, termasuk pada jaringan nasofaring.
2. Target Utama: Saluran Pernapasan Atas
Nasofaring, yang terletak di belakang hidung dan atas tenggorokan, sangat sensitif terhadap paparan bahan kimia dari makanan. Di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, tingkat konsumsi ikan asin dan daging awetan cukup tinggi, sehingga kasus kanker nasofaring lebih sering ditemukan.
Foto: Internet
3. Efek Paparan yang Bertahap
Efek dari konsumsi makanan awetan tidak muncul secara instan. Paparan jangka panjang menyebabkan gejala yang samar dan sulit dideteksi, seperti mimisan, telinga berdenging, atau hidung tersumbat sebelah.
Anak-anak
Tubuh anak belum sepenuhnya mampu mengeluarkan racun, sehingga lebih sensitif terhadap zat pengawet.
Bunda hamil dan menyusui
Makanan tinggi garam dan bahan kimia dapat memengaruhi perkembangan janin dan kualitas ASI.
Lansia
Penurunan fungsi hati dan ginjal membuat lansia lebih rentan terhadap paparan zat berbahaya.
Kenali gejala berikut, terutama jika disertai dengan kebiasaan mengonsumsi makanan awetan:
Mimisan berulang
Telinga terasa penuh atau berdenging
Hidung tersumbat sebelah secara terus-menerus
Benjolan di leher tanpa rasa sakit
Gangguan pendengaran atau sakit kepala terus-menerus
Foto: Internet
Jika mengalami gejala-gejala tersebut, segera periksakan diri ke dokter, khususnya dokter THT, untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.
Bukan berarti Bunda harus menghilangkan makanan awetan sepenuhnya. Yang terpenting adalah mengontrol jumlah dan frekuensinya. Berikut panduan aman mengonsumsi makanan yang diawetkan:
Batasi Frekuensi Konsumsi
Jadikan makanan awetan sebagai konsumsi sesekali, maksimal 1–2 kali seminggu. Imbangi dengan menu segar yang lebih sehat.
Cermati Label Produk
Perhatikan kandungan nitrat, nitrit, dan bahan pengawet lain di kemasan. Hindari produk dengan kadar bahan tambahan yang tinggi.
Proses Pengolahan Ulang yang Lebih Sehat
Rendam ikan asin atau dendeng dalam air hangat terlebih dahulu sebelum dimasak. Proses ini membantu mengurangi kadar garam dan pengawet.
Imbangi dengan Asupan Antioksidan
Konsumsi buah dan sayur kaya vitamin C seperti jeruk, tomat, dan brokoli untuk membantu menetralisir efek buruk nitrosamin.
Utamakan Memasak di Rumah
Masakan rumahan memungkinkan Bunda mengontrol bahan yang digunakan. Gunakan metode pengawetan alami seperti fermentasi atau pendinginan tanpa tambahan kimia.
Foto: Internet
Sebagai pusat pengambilan keputusan dalam rumah tangga, Bunda memiliki peran penting dalam membentuk pola makan yang sehat. Mengurangi makanan awetan dan memperkenalkan menu alami seperti tahu, tempe, telur, ayam tanpa bahan pengawet adalah langkah awal menciptakan keluarga yang lebih sehat.
Bunda juga menjadi contoh langsung bagi anak-anak. Ketika mereka melihat orang tuanya memilih makanan segar dan sehat, mereka akan belajar menirunya, menciptakan kebiasaan positif yang akan dibawa hingga dewasa.
Makanan awetan memang praktis dan menggugah selera, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan, dampaknya bisa serius, termasuk risiko kanker nasofaring. Dengan kesadaran dan informasi yang tepat, Bunda bisa tetap menyajikan makanan lezat tanpa mengorbankan kesehatan keluarga.
Langkah kecil seperti membaca label kemasan, membatasi frekuensi, dan memilih bahan alami bisa memberikan dampak besar dalam jangka panjang. Kesehatan adalah aset berharga dan semua dimulai dari apa yang kita sajikan di meja makan.