Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Beberapa anak menunjukkan kecenderungan untuk selalu ingin sempurna. Mereka menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri, merasa tidak puas jika hasil tidak maksimal, dan mudah kecewa saat menemui kegagalan. Di permukaan, ini bisa tampak sebagai motivasi yang positif, namun sifat perfeksionis tanpa dukungan emosional yang tepat justru bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan perkembangan anak.
Bagi Bunda yang memiliki anak dengan kecenderungan perfeksionis, pendekatan mendidik tidak bisa disamakan dengan anak lain. Anak seperti ini perlu didampingi dengan disiplin yang lembut, membangun, dan tidak menekan. Simak yuk Bun, penjelasannya bersama Bunda dan si Kecil!
Berikut beberapa tanda anak perfeksionis yang perlu dikenali:
• Memiliki standar sangat tinggi: Anak ingin tugasnya sempurna, nilai harus 100, dan hasil harus memuaskan.
• Sulit menerima kegagalan: Ketika tidak sesuai harapan, anak mudah merasa sedih, frustrasi, bahkan enggan mencoba kembali karena takut salah lagi.
• Terlalu fokus pada hasil: Proses sering kali diabaikan karena anak hanya ingin mencapai hasil ideal.
Anak perfeksionis sebenarnya memiliki potensi luar biasa, namun mereka butuh ruang yang aman untuk merasa cukup, walau hasilnya tidak selalu sempurna.
Foto: Internet
Sering kali, tanpa sadar, Bunda memperburuk tekanan batin anak perfeksionis dengan:
• Membandingkan anak dengan teman atau saudara.
Kalimat seperti “Lihat, adikmu saja bisa” hanya akan membuat anak merasa kalah dan tidak dihargai.
• Menekankan kesempurnaan dalam segala hal.
Jika semua harus sempurna, anak akan hidup dalam ketakutan untuk berbuat salah.
• Tidak memberikan validasi saat anak kecewa.
Emosi anak justru butuh dipahami, bukan diabaikan atau disalahkan.
Berikut ini adalah pendekatan yang dapat diterapkan oleh Bunda dalam keseharian:
1. Tanamkan bahwa Kegagalan adalah Peluang Belajar
Ubah cara pandang anak terhadap kegagalan. Bunda bisa mengatakan, “Kalau salah, berarti kita sedang belajar. Semua orang pernah salah.” Ceritakan juga kisah tokoh inspiratif yang sukses setelah berkali-kali gagal, agar anak tahu bahwa proses jauh lebih penting dari kesempurnaan.
Foto: Internet
2. Berhenti Membandingkan
Alih-alih mengatakan, “Kok kamu masih kalah dari temanmu?”, lebih baik ucapkan, “Hari ini kamu sudah berusaha keras, Bunda bangga.” Fokuskan pujian pada usaha anak, bukan pada perbandingan dengan orang lain.
3. Bantu Anak Menyusun Target yang Realistis
Ajarkan anak membuat tujuan yang dapat dicapai. Tidak semua hal harus sempurna. Bunda bisa membimbing anak untuk memilah mana tugas yang butuh usaha lebih, dan mana yang cukup dilakukan dengan baik. Ini akan mengurangi tekanan berlebihan yang anak rasakan.
Anak dengan sifat perfeksionis yang dibimbing dengan tepat dapat berkembang menjadi pribadi luar biasa. Mereka akan:
• Memiliki etos kerja tinggi dan tekun
• Teliti dan mampu menyelesaikan tugas dengan baik
• Bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka
• Mampu menghadapi tantangan karena terbiasa berproses
Kunci utamanya adalah memberikan ruang untuk anak berkembang tanpa harus selalu sempurna.
Validasi Emosi Anak
Ketika anak merasa kecewa karena tidak mencapai targetnya, dengarkan keluhannya tanpa menghakimi. Ucapkan, “Bunda mengerti kamu sedih, tapi kamu sudah berusaha keras.” Kalimat sederhana ini bisa memberikan kekuatan emosional luar biasa bagi anak.
Foto: Internet
Fokus pada Proses, Bukan Hasil
Pujilah proses belajar anak, seperti cara ia mengatur waktu belajar atau ketekunan saat mengerjakan tugas. Misalnya: “Bunda bangga kamu bisa duduk tenang dan menyelesaikan pekerjaan rumahmu tanpa terdistraksi.”
Beri Teladan Melalui Pengalaman Pribadi
Ceritakan kisah kegagalan Bunda saat sekolah atau bekerja. Dengan begitu, anak akan melihat bahwa kegagalan bukan hal memalukan, dan semua orang pasti pernah mengalaminya.
Sebagai Bunda yang tengah menjalani masa awal pengasuhan, penting untuk menyadari bahwa peran Bunda bukan membuat anak sempurna, melainkan membantu anak menerima dirinya apa adanya. Anak yang merasa dicintai tanpa syarat akan lebih berani mengambil risiko, lebih gigih, dan lebih bahagia dalam menjalani proses hidupnya.
Bunda tidak perlu menjadi Bunda yang sempurna. Cukup menjadi Bunda yang mau belajar dan memahami anak sesuai karakternya. Terutama bagi anak perfeksionis, dukungan emosional yang konsisten sangat penting untuk membentuk rasa aman dan kepercayaan diri.
Mengasuh anak perfeksionis memang butuh kesabaran dan pemahaman lebih. Namun di balik tantangan itu, ada potensi besar yang bisa berkembang jika diarahkan dengan penuh empati. Anak perlu diajarkan bahwa kesalahan bukan akhir segalanya, tapi awal dari pertumbuhan.
Dengan pendekatan yang tepat, anak akan belajar menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian dari proses belajar, dan mereka tetap merasa cukup serta dicintai, terlepas dari hasil yang mereka capai.