Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Bunda, ketika mendapati anak berbohong, wajar jika perasaan kecewa, marah, atau bingung muncul. Namun sebelum bereaksi, penting untuk diingat bahwa setiap perilaku anak adalah bentuk komunikasi. Termasuk ketika mereka tidak berkata jujur. Anak tidak berbohong karena sifat buruk, tetapi karena mereka belum tahu cara menghadapi situasi sulit dengan tepat.
Kebohongan pada anak bukan pertanda bahwa mereka tidak bisa dipercaya, melainkan indikasi bahwa mereka sedang belajar menavigasi emosi dan konsekuensi. Yuk simak penjelasan selengkapnya bersama Bunda dan si Kecil!
Kebiasaan orang dewasa yang langsung memberi label seperti "pembohong", "licik", atau "tidak bisa dipercaya" justru bisa memperburuk situasi. Padahal, anak-anak sering kali berbohong karena:
• Takut dimarahi atau dihukum
• Khawatir mengecewakan orang tuanya
• Berusaha menghindari konflik atau teguran
• Tidak tahu cara menjelaskan situasi yang terjadi
• Belum menguasai keterampilan mengelola perasaan seperti rasa malu, takut, atau bersalah
Dengan kata lain, berbohong sering kali adalah mekanisme perlindungan diri, bukan ekspresi niat jahat.
Ketika anak mengalami konsekuensi yang keras setiap kali mereka jujur tentang kesalahan, mereka mulai membangun keyakinan bahwa:
“Kalau aku jujur, aku akan dimarahi.”
Pada akhirnya, anak pun menyimpulkan bahwa berbohong bisa menjadi cara untuk menyelamatkan diri dari kemarahan atau kehilangan cinta dari orang tua. Ketakutan kehilangan kasih sayang inilah yang membuat anak lebih memilih untuk menutupi kesalahan.
Alih-alih langsung bertanya:
“Kenapa kamu bohong?”
Lebih baik ubah menjadi:
“Apa yang membuat kamu merasa perlu menyembunyikan hal ini?”
Dengan mengubah pendekatan ini, bunda tidak hanya menunjukkan empati, tetapi juga mengajarkan anak untuk mengenali emosi yang mereka alami. Anak jadi tahu bahwa perasaan takut, kecewa, atau bingung itu boleh dirasakan, dan bisa dibicarakan tanpa harus disembunyikan.
Foto: Internet
Anak akan lebih mudah terbuka dan jujur jika mereka merasa:
• Dicintai tanpa syarat
• Diterima meski berbuat salah
• Tidak dihakimi atau dibentak saat mengakui kesalahan
Penerimaan bukan berarti membiarkan kebohongan terus terjadi. Tetapi ini adalah pendekatan untuk menciptakan ruang aman bagi anak agar mereka belajar memperbaiki diri, tanpa takut kehilangan kasih sayang dari orang tuanya.
Kasus: Anak memecahkan gelas tapi bilang bukan dia pelakunya.
❌ Reaksi umum:
“Ayo ngaku! Jangan bohong sama Mama!”
✅ Pendekatan penuh empati:
“Kalau kamu takut dimarahi karena pecahin gelas, Mama ngerti. Tapi lebih baik bilang sejujurnya, karena Mama tetap sayang meskipun kamu salah.”
Foto: Internet
Dengan respons seperti ini, anak belajar bahwa kejujuran tidak membuatnya kehilangan cinta, dan keterbukaan adalah hal yang dihargai dalam keluarga.
Dengarkan tanpa menghakimi. Tahan dulu reaksi ingin menyalahkan.
Jadilah contoh kejujuran. Anak akan meniru perilaku orang tua.
Beri konsekuensi yang mendidik. Fokus pada perbaikan, bukan hukuman semata.
Validasi emosi anak. Tunjukkan bahwa rasa takut, malu, atau kecewa itu bisa dibicarakan.
Apresiasi kejujuran. Katakan “Terima kasih sudah jujur, itu sangat baik” meski anak mengakui kesalahan.
Kebohongan bukan akhir dari segalanya. Sebaliknya, ini bisa menjadi momen penting untuk:
• Mengenalkan nilai-nilai kejujuran
• Memperkuat hubungan emosional antara bunda dan anak
• Mengajarkan bahwa kesalahan bisa diperbaiki
• Menunjukkan bahwa rumah adalah tempat aman untuk berbicara jujur
Foto: Internet
Jadi, daripada terjebak pada rasa malu atau emosi, gunakan situasi ini sebagai kesempatan mendekatkan diri pada anak dan membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang terbuka dan bertanggung jawab.
Bunda, ketika anak berbohong, itu bukan berarti mereka tidak bisa dipercaya. Bisa jadi itu adalah cara mereka bertahan dari rasa takut atau bingung menghadapi situasi yang mereka belum pahami. Alih-alih menghukum atau mencela, bantu mereka memahami bahwa kejujuran adalah jalan yang lebih ringan, terutama jika mereka tahu bahwa bunda tetap menerima dan mencintai mereka.
Setiap perilaku anak mengandung pesan. Mari sebagai orang tua, kita belajar untuk mendengar lebih dalam, membuka ruang aman bagi anak untuk tumbuh sebagai pribadi yang jujur, berani, dan penuh empati.