Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang-orang yang enggan mengakui kesalahan, mudah menyalahkan orang lain, dan memilih menjauh ketika dihadapkan pada masalah. Bahkan, bisa jadi tanpa sadar, kita sendiri pernah berada dalam situasi serupa. Inilah yang disebut sebagai malas tanggung jawab atau responsibility laziness sebuah kecenderungan mental yang tidak hanya mengganggu hubungan sosial, tapi juga menghambat pertumbuhan pribadi dan melemahkan struktur berpikir yang sehat.
Fenomena ini kerap terjadi secara perlahan, menyusup diam-diam ke dalam keseharian, dan jika tidak disadari, bisa membentuk pola hidup yang penuh penyangkalan, ketergantungan, serta rendahnya rasa percaya diri. Simak penjelasan selengkapnya bersama Bunda dan si Kecil!
Malas tanggung jawab adalah kecenderungan untuk menghindar dari peran aktif dalam menghadapi masalah atau tantangan hidup. Beberapa bentuknya antara lain:
Menghindar dari konflik atau permasalahan pribadi
Sering menyalahkan situasi, orang lain, atau kondisi sebagai alasan kegagalan
Menolak mengambil keputusan karena takut disalahkan
Merasa bahwa semua hal buruk adalah akibat dari tindakan pihak luar
Sikap seperti ini menandakan seseorang tidak siap atau enggan untuk tumbuh secara mental dan emosional. Padahal, tanggung jawab adalah pilar penting dalam membangun kemandirian dan mental dewasa.
Foto: Internet
Sikap ini bukan hanya membuat kita stagnan secara sosial, tetapi juga memengaruhi cara kerja otak dan emosi. Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi:
1. Otak Tidak Terlatih untuk Menyelesaikan Masalah
Ketika seseorang terbiasa menghindari tanggung jawab, otaknya tidak dilatih untuk berpikir solutif. Kemampuan menganalisis, mengambil keputusan, dan beradaptasi terhadap tekanan pun melemah. Lama-kelamaan, hal ini berdampak pada menurunnya kepercayaan diri untuk mengatasi masalah sehari-hari.
2. Kehilangan Rasa Mandiri dan Kontrol atas Hidup
Ketika selalu bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan masalah, seseorang akan kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri. Akibatnya, rasa percaya diri menjadi rapuh, dan muncul keyakinan bahwa tanpa bantuan orang lain, dirinya tidak mampu bertindak.
3. Munculnya Mentalitas Korban
Seseorang yang selalu merasa dirinya sebagai pihak yang dirugikan akan sulit untuk berkembang. Mental korban membuat seseorang merasa tidak punya kendali atas hidup, pasif terhadap perubahan, dan lebih memilih mengeluh daripada mengambil langkah nyata.
Beberapa faktor di zaman modern turut berperan dalam meningkatnya kecenderungan ini:
Budaya serba instan: Membuat orang terbiasa ingin hasil cepat tanpa melalui proses panjang dan menantang.
Distraksi digital berlebih: Media sosial dan hiburan tanpa batas membuat fokus mudah terpecah, komitmen menurun, dan rasa tanggung jawab menjadi samar.
Pola asuh overprotektif: Sejak kecil, sebagian orang tidak dibiasakan untuk menghadapi kesulitan sendiri. Akibatnya, ketika dewasa, mereka cenderung menghindar dari tanggung jawab pribadi.
Bagi Bunda muda, situasinya bisa lebih kompleks. Beban pengasuhan, tekanan emosional, dan rasa lelah yang terus-menerus bisa membuat sikap bertanggung jawab perlahan melemah. Bila tidak disertai kesadaran dan dukungan, Bunda bisa merasa ingin "bersembunyi" dari tanggung jawab harian baik dalam keluarga, rumah tangga, maupun diri sendiri.
Untuk mengidentifikasi apakah Bunda sedang berada dalam fase ini, coba refleksikan beberapa hal berikut:
Apakah Bunda sering merasa semua masalah berasal dari orang lain?
Apakah Bunda takut mengambil keputusan karena khawatir disalahkan?
Apakah Bunda lebih suka menghindari masalah daripada mencari solusi?
Apakah Bunda merasa tidak punya kendali atas arah hidup saat ini?
Jika sebagian besar jawabannya “ya”, mungkin saatnya Bunda mulai mengambil langkah untuk mengubah sikap tersebut.
Foto: Internet
Berikut adalah langkah-langkah sederhana namun penting untuk melatih kembali rasa tanggung jawab dan membangun kekuatan mental:
1. Berani Mengakui Kesalahan
Latih diri untuk berkata, “Ini tanggung jawab saya,” tanpa membela diri. Menerima kesalahan adalah langkah awal untuk tumbuh dan belajar menjadi lebih baik.
2. Hindari Menunda Tindakan
Semakin lama Bunda menunda, semakin besar tekanan yang dirasakan. Ambil langkah meskipun kecil, seperti menyusun to-do list harian atau menyelesaikan tugas satu per satu dengan fokus.
3. Catat Tanggung Jawab Harian
Bunda bisa menuliskan daftar tanggung jawab setiap pagi atau malam sebelumnya. Dengan begitu, Bunda punya panduan harian yang membantu membangun konsistensi dan kontrol.
Foto: Internet
4. Tidak Takut Gagal
Kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Ketika gagal, evaluasi dan perbaiki. Jangan biarkan kegagalan membuat Bunda lari dari tanggung jawab selanjutnya.
5. Bangun Dialog Positif dengan Diri Sendiri
Ubah narasi negatif menjadi afirmasi positif. Misalnya: “Aku tidak sempurna, tapi aku terus belajar.” Kalimat sederhana ini dapat membantu Bunda membangun growth mindset.
Menjadi orang yang bertanggung jawab bukan berarti tidak pernah gagal, tetapi berani menghadapi kenyataan dan belajar dari setiap situasi. Dalam konteks sebagai Bunda, tanggung jawab yang dijalankan dengan tulus akan menjadi contoh kuat bagi anak-anak. Anak akan tumbuh dengan melihat orang tuanya sebagai sosok yang mandiri, berani, dan tidak lari dari tantangan.
Sikap malas tanggung jawab adalah hambatan besar dalam pertumbuhan pribadi. Jangan biarkan mental pasif dan penyangkalan mengendalikan hidup Bunda. Mulailah dari tanggung jawab kecil—menyelesaikan tugas rumah tangga, mengatur waktu istirahat, hingga menetapkan keputusan pribadi.
Setiap langkah kecil menuju tanggung jawab adalah batu pijakan menuju pribadi yang lebih dewasa, percaya diri, dan kuat menghadapi kehidupan.