Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Bagi banyak bunda muda, waktu makan sering kali menjadi tantangan tersendiri. Anak menolak sayur, hanya mau makan nasi putih, tidak bisa duduk diam di meja makan, atau harus dibujuk dengan berbagai cara agar mau membuka mulut. Tak jarang, momen makan berubah menjadi sesi penuh negosiasi, rengekan, bahkan tangisan—baik dari anak maupun orang tuanya.
Namun, ada pendekatan pengasuhan yang menjadikan waktu makan sebagai salah satu bagian paling tenang dan penuh makna dalam hari-hari keluarga. Bukan karena anak-anak langsung makan dengan lahap atau suka semua makanan, tetapi karena suasana dan pendekatannya yang berbeda. Bunda tidak perlu mengejar anak dengan sendok, tidak perlu membujuk dengan iming-iming hadiah, karena makan diperlakukan bukan sebagai tugas, melainkan ritual penuh kebersamaan.
Makan Sebagai Momen Hidup, Bukan Sekadar Isi Perut
Di banyak keluarga, makan masih dianggap hanya sebagai aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Padahal, makan juga bisa menjadi momen sosial, budaya, dan emosional yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Makan bisa menjadi waktu yang penuh kedekatan. Anak diajak duduk bersama di meja makan. Mereka tidak makan sambil nonton TV atau main gadget, melainkan sambil mendengar cerita, berbicara, dan ikut merasakan suasana. Anak juga belajar mengenali rasa dan tekstur, memahami kapan kenyang, serta mulai mengenal kesopanan saat makan.
Foto: Internet
Kenapa Pendekatan Ini Efektif?
1. Anak Belajar dari Ritme yang Konsisten
Anak tidak perlu diancam atau dipaksa untuk makan jika mereka sudah terbiasa dengan jadwal makan yang tetap. Ketika tubuh anak terbiasa menerima makanan di waktu yang sama setiap hari, nafsu makan akan lebih stabil. Ritme ini menciptakan rasa aman dan membantu anak belajar mengatur diri.
2. Meja Makan Menjadi Sekolah Sosial Pertama
Saat makan bersama, anak tidak hanya makan. Mereka belajar bagaimana menunggu giliran bicara, menghargai makanan yang disiapkan, dan ikut serta dalam percakapan keluarga. Ini semua melatih kemampuan sosial dan kepercayaan diri anak.
3. Fokus pada Pengalaman Rasa, Bukan Jumlah
Daripada memaksa anak menghabiskan makanan, biarkan mereka mencicipi. Mengenalkan makanan baru tanpa paksaan akan membentuk hubungan positif dengan makanan. Anak yang terbiasa mencicipi akan lebih terbuka menerima berbagai jenis makanan dalam jangka panjang.
Kesalahan Umum yang Sering Terjadi
Langkah Nyata Membentuk Ritual Makan yang Menyenangkan
1. Tetapkan Jadwal Makan yang Teratur
Waktu makan yang konsisten membantu tubuh anak mengenali kapan harus merasa lapar. Hindari memberi camilan terlalu dekat dengan waktu makan utama agar anak tetap memiliki nafsu makan yang baik.
2. Ajak Anak Duduk di Meja Sejak Dini
Bahkan saat anak masih kecil dan belum makan banyak, libatkan mereka dalam kegiatan makan bersama. Biarkan mereka duduk di high chair, mengamati, dan ikut merasakan suasana.
3. Kenalkan Rasa Baru Tanpa Tekanan
Berikan makanan baru dalam porsi kecil, berulang kali, tanpa paksaan. Anak bisa membutuhkan lebih dari 10 kali percobaan sebelum menyukai makanan tertentu. Sabar dan konsisten jauh lebih efektif dibanding tekanan langsung.
4. Ciptakan Suasana yang Hangat
Makan bersama bisa jadi saat paling menyenangkan jika dilakukan dengan suasana yang rileks. Matikan TV, jauhkan gawai, dan ajak anggota keluarga untuk berbagi cerita hari itu.
Foto: Internet
Manfaat Jangka Panjang
Dengan pendekatan ini, bunda bisa melihat banyak manfaat dalam jangka panjang:
Makan Adalah Kesempatan Belajar dan Tumbuh
Dari satu sendok nasi hingga mencicipi sepotong brokoli, anak belajar banyak hal. Mereka belajar mengenali sinyal tubuh, berinteraksi, menghormati orang lain, dan mengembangkan rasa percaya diri. Meja makan menjadi ruang yang tidak hanya mengenyangkan, tapi juga menghangatkan hati.
Bagi bunda muda yang sedang berjuang menghadapi anak susah makan, ingatlah bahwa tidak apa-apa jika hari ini anak hanya makan sedikit. Yang terpenting adalah menciptakan suasana yang positif dan membangun hubungan yang baik dengan makanan—karena makan bukan hanya tentang isi piring, tapi juga tentang suasana dan pengalaman yang menyertainya.
Kesimpulan: Jadikan Meja Makan sebagai Ruang Kedekatan
Mengasuh anak bukan tentang membuat segalanya sempurna, tetapi tentang menciptakan momen-momen kecil yang bermakna. Meja makan bisa menjadi tempat tumbuh bersama, bukan tempat untuk berkonflik. Makan tidak harus selalu “habis”, tapi harus selalu bermakna.
Dengan menjadikan waktu makan sebagai ritual yang hangat dan penuh kebersamaan, bunda sedang membekali anak dengan nilai-nilai penting yang akan mereka bawa sepanjang hidup.